IKUTILAH AKU: Homili Mgr. Fransiskus Kopong Kung pada Misa Perdana RD. Antonius Kopong Open

Renungan225 Dilihat

Romo Anton Kopong Open, imam baru, meminta saya untuk berkhotbah. Dia berkata, “Bapak Bonsu, apa bisa berkhotbah pada misa perdana saya?” Saya mengiakan, bukan karena saya Bapak Bonsunya, tetapi karena saya merasa ini adalah bentuk dukungan sebagai uskup bagi imam baru. Kalau imam-imam baru yang lain minta, mungkin agak sulit karena soal waktu. Hari ini kebetulan saya ada kesempatan.

Foto: Perarakan MasukMisa Perdana RD. Antonius Kopong Open – Lamika, 24 Oktober 2025
“Ikutilah Aku”, teks dari Injil Yohanes 21:19 ini adalah motto imam baru kita. Pasti Romo Anton sudah merenungkannya secara mendalam sampai memilihnya menjadi motto imamatnya. “Ikutilah Aku” adalah bagian dari kisah pengangkatan Simon Petrus menjadi gembala umat, sebagaimana kita dengar dalam bacaan Injil tadi. Teks ini juga dibacakan pada saat pentahbisan Romo Anton bersama kedua rekannya kemarin.

Dalam kisah Injil ini, Yesus meneguhkan Petrus dengan pertanyaan yang sangat penting, yaitu tentang kasih. Kasih seorang gembala kepada Tuhan dan kepada umat-Nya. Kasih itu tidak berhenti pada saat pengangkatan Petrus, tetapi terus berjalan, menjadi dasar seluruh pelayanan Petrus. Yesus menutup peristiwa ini dengan kata-kata, “Ikutilah Aku.”

Foto: Perarakan MasukMisa Perdana RD. Antonius Kopong Open – Lamika, 24 Oktober 2025

Refleksi imam baru, dan juga kita semua, adalah bahwa puncak perjalanan imamat bukan pada hari pentahbisan, tetapi pada perjalanan sesudahnya, perjalanan pengabdian dan kesetiaan yang terus berlanjut.

Yesus berkata kepada Petrus: “Ketika engkau masih muda, engkau mengikat pinggangmu sendiri dan berjalan ke mana engkau mau. Tetapi apabila engkau sudah tua, orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kau kehendaki.” Itu adalah gambaran bagaimana Petrus akan menderita dan mati demi Tuhan. Maka, panggilan imamat pun adalah perjalanan menyerahkan diri, suatu jalan pengorbanan dan kasih yang terus berlanjut.

Foto: Perarakan Masuk – Misa Perdana RD. Antonius Kopong Open – Lamika, 24 Oktober 2025

Mengikuti Yesus tidak sekadar meniru teladan hidup-Nya, tetapi mengikuti pribadi yang kita kenal dan cintai. Tidak mungkin kita mengikuti seseorang asing yang tidak kita kenal. Kita mengikuti karena kita mengenal dan mengasihinya. Namun, lebih penting dari itu adalah keyakinan bahwa sebelum kita mengenal Yesus, Dia sudah lebih dahulu mengenal dan mengasihi kita.

Panggilan Simon Petrus di tepi Danau Galilea adalah bukti kasih yang mendahului.
Ketika Yesus lewat dan memanggil Simon serta saudaranya Andreas, mereka langsung meninggalkan jala dan mengikuti Dia. Tidak dijelaskan mengapa mereka begitu cepat menanggapi panggilan itu. Namun, di situlah misteri panggilan Tuhan, kasih yang bekerja tanpa kita pahami sepenuhnya. Yesus mengenal mereka, tahu siapa mereka, dan memanggil mereka karena kasih.

Foto: Misa Perdana RD. Antonius Kopong Open – Lamika, 24 Oktober 2025

Perjalanan Petrus adalah perjalanan panjang yang penuh pengalaman: suka dan duka, keberhasilan dan kegagalan, pengakuan dan penyangkalan. Ia menyaksikan kemuliaan Yesus di Gunung Tabor, tetapi juga tertidur di Getsemani. Ia menyaksikan mukjizat-mukjizat, tetapi juga melihat penolakan. Ia tetap setia ketika banyak orang meninggalkan Yesus dan bahkan berkata, “Tuhan, kepada siapa kami akan pergi? Sabda-Mu adalah sabda hidup kekal.”

Pengalaman-pengalaman inilah yang mematangkan Petrus, menjadikannya gembala yang teruji. Dan pada akhirnya, Yesus berkata lagi, “Ikutilah Aku”, suatu ajakan untuk menyerahkan diri sepenuhnya sampai akhir, bahkan sampai mati demi Tuhan dan demi umat. Inilah panggilan sejati seorang imam:
hidup untuk Tuhan, hidup untuk umat; mati untuk Tuhan, mati untuk umat.

“Barang siapa mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikuti Aku.” Demikian sabda Yesus. Bahkan dalam Injil Lukas ditambahkan: “Setiap hari menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti Aku.”

Foto: Misa Perdana RD. Antonius Kopong Open – Lamika, 24 Oktober 2025

Dalam bacaan pertama tadi, Rasul Paulus mengingatkan bahwa dalam diri manusia ada keinginan baik, tetapi juga ada kelemahan. Kadang kita ingin melakukan kehendak Allah, tetapi yang muncul justru kehendak pribadi. Maka seorang imam harus selalu sadar: ia kuat bukan karena dirinya sendiri, tetapi karena rahmat Allah.

Tantangan terbesar bagi seorang imam bukan hanya dari luar, tetapi dari dalam diri: ego. Ego karena kepintaran, karena merasa lebih tahu, karena merasa pendapatnya paling benar. Yesus meminta kita untuk menyangkallah diri. Kalahkan egomu. Seorang Imam bukan lagi hidup untuk dirinya, bukan untuk keluarga, bukan untuk suku atau kampungnya. Imam hidup untuk Tuhan dan untuk umat di mana pun ia diutus.

Mengalahkan diri tidak mudah, menyangkal diri tidak gampang. Itu perjuangan seumur hidup, dan hanya bisa dijalani dengan rahmat Tuhan.

Foto: Berkat Imam Baru untuk Keluarga – Misa Perdana RD. Antonius Kopong Open – Lamika, 24 Oktober 2025

Kita ingat peristiwa di Getsemani. Ketika Yesus masuk dalam penderitaan-Nya, Ia membawa tiga murid terdekat-Nya: Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Tetapi mereka tertidur. Yesus menegur, “Simon, tidakkah engkau sanggup berjaga satu jam bersama-Ku? Berjaga-jagalah dan berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan. Roh memang penurut, tetapi daging lemah.” Itulah realitas manusia. Namun, Yesus yang memanggil tidak akan meninggalkan mereka yang telah Ia panggil. Ia selalu setia.

Foto: Berkat Imam Baru untuk Para Guru dan Teman Kelas – Misa Perdana RD. Antonius Kopong Open – Lamika, 24 Oktober 2025

Perjalanan Simon Petrus berakhir dengan penyerahan diri total kepada Tuhan, karena cinta. Cinta kepada Tuhan dan kepada umat-Nya. Dan di balik pertanyaan Yesus, “Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” sebenarnya tersembunyi pertanyaan yang lebih dalam: “Simon, apakah engkau sadar dan benar-benar mengalami bahwa aku sungguh-sungguh mengasihi engkau. Sejak dari saya panggil engkau sampai pada saat ini dan selanjutnya. Saya mengasihi engkau apa adanya”.

Pertanyaan itu juga ditujukan kepada imam baru, kepada para imam, dan kepada kita semua umat Tuhan: Tuhanlah yang lebih dahulu mengasihi kita. Kita mengikuti Dia karena kasih-Nya lebih dahulu menyentuh hidup kita.

Foto: Para Imam yang Hadir pada Misa Perdana RD. Antonius Kopong Open – Lamika, 24 Oktober 2025

Maka marilah kita bersyukur atas anugerah panggilan imamat. Kita doakan imam baru kita, kita doakan para imam, dan juga diri kita masing-masing, agar tetap setia mengikuti Yesus sampai akhir, sampai kita bersatu penuh dengan Dia dalam kemuliaan. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *