Tata Kelola Pastoral Jadi Fokus Formasi PEPIMDILA
Oleh: RD. Fian Erap
Waibreno, Adonara Tengah (31 Juli 2025) – Dalam upaya memperkuat kualitas formasi dan pelayanan, pertemuan para imam muda Dioses Larantuka (PEPIMDILA) mengikuti sesi formasi intensif mengenai Tata Kelola Pastoral, yang dipandu langsung oleh Romo Yansen Raring, Pr. di Waibreno, Paroki Lite, Keuskupan Larantuka.
Kegiatan ini menjadi bagian dari on-going formation, sebuah upaya berkelanjutan untuk meneguhkan identitas imam sebagai pelayan umat dalam konteks zaman yang terus berubah. Dalam pemaparannya, Romo Yansen menekankan pentingnya tata kelola pastoral yang berakar pada spiritualitas pelayanan, namun juga terbuka terhadap dinamika konteks sosial masyarakat lokal di wilayah karya pastral masing-masing paroki dan lembaga tempat para imam bertugas.

“Tantangan pastoral saat ini menuntut kita bukan hanya hadir secara rohani ( Altarsentris atau Pastorsentris) tetapi juga mampu mengelola komunitas umat dengan bijak dan partisipatif,” ungkap Romo Yansen dalam sesi pembuka.
Dari sudut pandangnya tata kelola merupakan seluruh proses yang menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Dalam hubungannya dengan dunia pastoral semua yang berisikan dengan Gloriam Dei (kemuliaan Allah), Cura Animarum ( penyelamatan jiwa-jiwa), Bonum Commune ( kesejahteraan bersama) dan Belarasa terhadap mereka yang Lemah, Miskin, Tertindas, Difabel dan Bencana.
Romo Yansen juga membagikan sharing praksis tata kelola terkait tata kelola program DPP, tata kelola KBG dan Kelompok Kategorial, tata kelola persiapan penerimaan sakramen, tata kelola keuangan, dan tata kelola inventaris. Ada juga Introduksi Metode/Alat Analisis yakni: Apresiative Inquiry (AI), SWOT, SOAR dan SPIRAL.
Salah satu Peserta kegiatan; Rm. Nyaris MSF menyeringkan bagaimana mereka mengalami kesulitan dalam penertiban administrasi sakramen di paroki. Hal ini sangat penting untuk menyatukan pemahaman antara umat dan paroki juga antar paroki-paroki mengenai tata kelola administrasi sakramen yang baik.
Romo Feris Koten juga meminta informasi terkait kekhasan pastoral dari konggregasi yang berkarya di keuskupan Larantuka.
Sesungguhnya ketertiban Administrasi memiliki 5 syarat yang harus diperhatikan yakni pertama : Ada, kedua: Benar ketiga: Lengkap, keempat: Terperiksa, kelima: Terdokumentasi. Gereja lokal juga membutuhkan kehadiran tarekat/konggregasi di wilayah keuskupan untuk memperkaya kehidupan gereja lokal supaya semakin mekar dan subur dengan karisma-karisma yang dimiliki oleh konggregasi sambil berkiblat pada uskup setempat. Dengan kehadiran ini juga memberi warna keuskupan untuk memperkaya Gereja Lokal. Ungkap Romo Yansen dalam menjawabi pertanyaan tentang penertiban administrasi dan kehadiran konggregasi di wilayah Keuskupan Larantuka.
Romo Vikjen, RD Gabriel Unto da Silva juga menjelaskan bahwa di pihak lain kita menghadapi situasi extraordinary. Maka sangat diharapkan untuk selalu memperhatikan apa yang sudah dikatakan oleh Hukum Gereja. Terkait kehadiran konggregasi di wilayah Keuskupan Larantuka semestinya dilihat sebagai kekayaan dalam karya pastoral kita sambil menghargai karisma-karisma yang dibawa oleh setiap konggregasi.
Diskusi berjalan interaktif, karena masing-masing peserta membagikan dinamika pastoral yang mereka alami, baik dalam konteks pedesaan, wilayah terpencil, maupun paroki dengan tantangan sosial-ekonomi yang kompleks. Dari diskursus ini muncul beragam temuan penting, antara lain: perlunya perencanaan partisipatif, penguatan kemandirian umat, serta integrasi antara visi rohani dan manajerial dalam kehidupan paroki.
Tak kalah penting, formasi ini menjadi ruang reflektif bagi para imam muda untuk memahami pelayanan bukan sekadar rutinitas liturgis, tetapi sebagai proses pendampingan komunitas umat Allah menuju kedewasaan iman dan tanggung jawab sosial.
Kegiatan ini menjadi tonggak penting dalam membangun pola pastoral yang inklusif, berbasis data, dan berorientasi pada pertumbuhan umat secara utuh. Para peserta pun berkomitmen untuk membawa semangat ini dalam pelayanan mereka masing-masing ke depan.
Kegiatan ini menjadi langkah awal untuk merancang pola tata kelola pastoral yang partisipatif, berkelanjutan, dan kontekstual, sebagai wujud nyata Gereja yang sinodal dan transformatif.
(ErdeF).
Tinggalkan Balasan