(Renungan RD. Marianus Dewantoro Talu Welan – Pada Rekoleksi Dekenat Larantuka – 14 Oktober 2025)
Pengantar: Beberapa waktu lalu, saya “ditodong” oleh Romo Deken untuk membawakan renungan karena teman yang seharusnya bertugas berhalangan hadir. Dengan nada bercanda, beliau berkata, “Anggap saja ini latihan untuk perayaan perak imamat tahun depan.” Sebagai “anak bawang” yang sedang beristirahat di rumah dekenat, saya pun menerima tugas ini dengan senyum, apalagi setelah didukung oleh rekan-rekan “anak bawang” lain yang ikut menggoda, “Lumayan, Romo, pemanasan dulu.”
Setelah merenung sejenak, pikiran saya tertuju pada Pertemuan Pastoral yang telah kita jalani pada bulan September lalu, serta persiapan Lokakarya Keuskupan Larantuka yang akan diadakan pada 21 November mendatang, bertepatan dengan Tahun Yubileum Gereja. Karena itu, saya mengajak kita semua dalam rekoleksi bulan Oktober ini untuk merenungkan tema: “IMAMAT: Sebuah Peziarahan Penuh Pengharapan dalam Terang Injil Lukas 4:16–18.”

RD. Marianus Welan bersama Para Imam Dekenat Larantuka
Yang Mulia Bapak Uskup, Romo Vikjen, Romo Sekjen, Romo Deken, rekan-rekan imam, frater, bruder, para sahabatku yang terkasih,
Paus Fransiskus, dalam dekrit Spes non confundit (Harapan yang tidak mengecewakan) yang diterbitkan pada 9 Mei 2024, menetapkan bahwa Tahun 2025 akan menjadi Tahun Yubileum dengan tema “Peziarah Harapan.” Tahun suci ini akan berlangsung hingga 6 Januari 2026 dan diharapkan menjadi masa pembebasan, pengampunan, serta pembaruan iman bagi seluruh umat Allah. Paus mengajak kita untuk menapaki tahun suci itu sebagai sebuah ziarah iman yang penuh pengharapan, perjalanan menuju kebebasan batin dan rekonsiliasi yang mendalam.
Rekoleksi ini menjadi undangan bagi kita semua untuk berhenti sejenak, menatap kembali perjalanan panggilan kita, dan merenungkan makna imamat sebagai peziarahan yang penuh pengharapan. Renungan ini berakar pada sabda Injil Lukas 4:16–18, di mana Yesus datang ke Nazaret dan membacakan nubuat Nabi Yesaya:
“Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin; Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang tawanan, dan penglihatan bagi orang buta, untuk membebaskan orang yang tertindas, dan untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”

Para Imam Dekenat Larantuka Tekun Mengikuti Rekoleksi Dekenat
Kalimat pertama yang diucapkan Yesus sungguh menggugah: “Roh Tuhan ada pada-Ku.” Inilah inti dari seluruh pelayanan Kristus. Ia tidak berjalan atas kekuatannya sendiri, tetapi dalam tuntunan Roh Kudus. Roh itu yang mengurapi, menuntun, dan memberi daya agar Yesus melaksanakan kehendak Bapa dengan setia. Dalam Injil Lukas maupun dalam Kisah Para Rasul, Roh Kudus tampil sebagai kekuatan yang menggerakkan Gereja, memampukan para murid melayani dengan kasih dan keberanian.
Roh yang sama dicurahkan juga atas kita, baik imam, biarawan, biarawati, maupun umat beriman, agar kita mampu menjalani panggilan kita dengan kesetiaan. Namun dalam kenyataan, sering kali kita merasa lelah, kehilangan semangat, atau seolah berjalan sendiri. Tanpa sadar, kita lebih mengandalkan kemampuan diri daripada bimbingan Roh Kudus. Saat itulah pelayanan kita kehilangan daya rohaninya. Karena itu, rekoleksi ini menjadi waktu rahmat untuk kembali membuka diri terhadap Roh Kudus, Sang Penuntun sejati yang menyalakan api cinta dalam karya pelayanan kita.
Tahun Yubileum 2025 menjadi kesempatan istimewa untuk memperbarui iman dan harapan kita. Akar dari tradisi Yubileum dapat ditemukan dalam Kitab Imamat 25:10, di mana Tuhan memerintahkan agar setiap tahun ke-50 menjadi Tahun Yobel, tahun rahmat Tuhan, di mana tanah dikembalikan, utang dihapuskan, dan para budak dibebaskan. Tahun suci ini melambangkan pemulihan hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya. Dengan semangat itu, Gereja dipanggil untuk berjalan sebagai peziarah harapan, umat yang terus bergerak menuju kepenuhan kasih Allah.
Imamat, dalam terang Yubileum, adalah perjalanan iman yang tak pernah selesai. Seorang imam bukan sekadar pejabat rohani, melainkan seorang peziarah yang berjalan di bawah bimbingan Roh Kudus. Dalam setiap pelayanan, imam dipanggil untuk menghadirkan rahmat Allah dengan rendah hati dan tekun. Yesus menjadi teladan tertinggi: Ia menyembuhkan yang sakit, mengampuni yang berdosa, menguatkan yang lemah, semua dilakukan demi keselamatan manusia. Demikian pula, imamat kita menemukan maknanya hanya bila dijalani dalam semangat dan kekuatan Roh yang sama. Tanpa Roh Kudus, pelayanan hanyalah rutinitas; dengan Roh Kudus, pelayanan menjadi rahmat yang menghidupkan.
Yesus memiliki visi dan misi yang jelas: melaksanakan kehendak Bapa dan membuka jalan keselamatan bagi manusia. Dalam misi-Nya, Ia tampil sebagai Nabi, Imam, dan Raja. Sebagai Nabi, Ia mewartakan kabar baik kepada yang miskin; sebagai Imam, Ia memaklumkan tahun rahmat Tuhan; dan sebagai Raja, Ia membebaskan yang tertindas. Kita yang mengambil bagian dalam imamat Kristus dipanggil untuk meneladan ketiga peran itu, menjadi pewarta sabda, pembawa rahmat, dan pelayan kasih bagi umat Allah.
Gereja Lokal Keuskupan Larantuka saat ini sedang berjalan dalam Tahap Ketiga Program Jangka Panjang Pastoral (PJPT) dengan visi: “Menjadi Gereja Umat Allah yang Mandiri dan Misioner dalam bidang spiritual, personal, dan finansial.” Kemandirian ini bukan hanya soal materi, melainkan soal iman yang matang dan tanggung jawab dalam pelayanan. Gereja yang mandiri adalah Gereja yang hidup dari kekuatan Roh Kudus, teguh dalam iman, dan berbuah dalam kasih.
Dalam semangat sinodalitas yang ditekankan oleh Gereja universal, kita semua, imam maupun umat, dipanggil untuk berjalan bersama sebagai satu kawanan dengan satu Gembala. Kita diundang memperkuat persekutuan, memperdalam partisipasi, dan menghidupi misi dengan semangat baru. Tidak ada seorang pun yang berjalan sendirian; setiap langkah, setiap suara, dan setiap karya adalah bagian dari perjalanan bersama menuju Kristus.
Perjalanan Gereja ini menyerupai ziarah bangsa Israel di padang gurun. Mereka pernah lelah dan kehilangan arah, tetapi Tuhan selalu menyertai, memberi manna sebagai makanan dan air sebagai kehidupan. Begitu pula dalam perjalanan Gereja dan imamat kita: Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Dalam Ekaristi, Ia memberi diri-Nya sendiri sebagai “roti kehidupan” yang menguatkan dan menyegarkan kita di tengah tugas pelayanan.
Imamat dan Ekaristi tak dapat dipisahkan. Imamat menemukan maknanya di altar, dan Ekaristi menjadi hidup melalui tangan imam yang mempersembahkannya. Dari altar inilah kita menimba kekuatan untuk berjalan tanpa lelah, melayani dengan kasih, dan menabur pengharapan bagi dunia.

Tahun Yubileum dengan tema “Peziarah Harapan” mengingatkan kita bahwa hidup panggilan adalah perjalanan menuju Allah. Kita semua adalah peziarah, berjalan bersama dalam satu kawanan, dituntun oleh satu Gembala, yakni Kristus sendiri. Maka, dalam setiap langkah kehidupan dan pelayanan, marilah kita menaruh harapan sepenuhnya kepada Tuhan.
Nabi Yesaya menegaskan: “Mereka yang berharap kepada Tuhan akan berjalan tanpa lelah.” (Yes 40:31). Tuhanlah sumber kekuatan kita. Dialah yang menuntun, menopang, dan membaharui kita setiap hari. Semoga Roh Kudus terus menyertai perjalanan imamat dan pelayanan kita, agar kita mampu berziarah tanpa lelah, setia dalam persekutuan, tekun dalam partisipasi, dan berbuah dalam misi kasih Kristus. Semoga persekutuan kita semakin kokoh, partisipasi kita semakin solid, dan misi kita semakin berdaya guna bagi Gereja Lokal Keuskupan Larantuka yang tercinta. Amin.